Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memberi celah positif bagi industri sawit Tanah Air yang sedang mengalami sejumlah masalah.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Bustami mengatakan Indonesia bisa membidik pasar Tiongkok yang sebelumnya lebih banyak menggunakan minyak soybean, untuk beralih menggunakan produk dari minyak kelapa sawit.
“Konsumsi minyak nabati Tiongkok 40 persen dipenuhi soybean, sementara penggunaan sawit hanya 20 persen. Nah ini yang kita harapkan dari perang dagang, Tiongkok hentikan impor soybean dari AS, dan beralih ke produk sawit Indonesia,” ujar Dono usai konferensi pers Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 di The Westin, Jakarta, Rabu, 18 September 2019.
Jika itu bisa direalisasikan, lanjut Dono, bisa menolong petani kelapa sawit yang saat ini merugi lantaran tekanan harga yang cukup besar. Dono mengatakan kelapa sawit merupakan komoditas strategis nasional yang berkontribusi besar pada keuangan negara. Pada 2018 kontribusinya mencapai Rp240 triliun.
“Tapi sebagaimana kita tahu komoditas ini diserang di mana-mana, sehingga kita berharap Kemendag dan Kemlu bantu promosikan,” ungkapnya.
Saat ini India menjadi pasar utama kelapa sawit Indonesia dengan estimasi ekspor sebesar 9,7 juta ton. Disusul Uni Eropa sebesar 7,7 juta ton, lalu Tiongkok enam juta ton, Pakistan tiga juta ton, dan Nigeria 2,5 juta ton.
“Pasar-pasar itu sangat potensial, di samping kami juga mengembangkan domestik demand melalui program B20, B30, dan dalam waktu dekat akan meluncurkan minyak goreng sehat pada Oktober,” pungkasnya.[]