Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menegaskan bahwa sektor sawit selama ini juga telah ikut berupaya melakukan pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Perusahaan perkebunan sawit dan pemerintah telah, menurut BPDPKS, telah melakukan berbagai upaya yang nyata termasuk pembentukan satgas cegah kebakaran hutan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit dan bekerjasama dengan masyarakat.
Ini disampaikan oleh Direktur Penyaluran Dana Direktorat Jenderal Perbendaharaan BPDKS Kementerian Keuangan Edi Wibowo saat berdiskusi soal kebakaran hutan dan lahan di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
“Dengan berbagai upaya tadi, kita bisa melihat bahwa kondisi Karhutla saat ini berdasarkan data penunjang dari Global Forest Watch Fire terkait Karhutla di Indonesia pada periode 8 September – 15 September 2019, menunjukan bahwa lebih dari 83% kebakaran lahan letaknya di luar lahan konsesi sawit, yang terdiri dari 69% di luar konsesi, 11% di konsesi pulpwood, dan konsesi logging 3%,” tegasnya dikutip dari Akurat.
Sebagai komoditas strategis nasional, Edi menjelaskan bahwa sektor sawit Indonesia menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, berperan terhadap 3,5% GDP Indonesia, berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan. Serta merupakan instrumen ketahanan energi nasional yang sejak Agustus 2015 sampai dengan Juli 2019, telah menggantikan lebih dari 12,61 juta Kilo Liter (KL) bahan bakar fosil dengan biodiesel.
“Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga tidak bisa terlepas dari sawit yang merupakan komponen dalam berbagai kebutuhan pokok untuk makanan, keperluan mandi, kosmetik, dan bahan bahan konsumsi lainnya,” ucapnya.
Pilihan yang ada bagi bangsa Indonesia bukan ‘membunuh’ sektor sawit Indonesia, tetapi bersama-sama menjaga agar pengelolaan sawit berkelanjutan dapat berlangsung.
Pengelolaan sawit berkelanjutan berarti tidak ada pembukaan lahan baru, apalagi secara illegal; tidak ada deforestasi dan eksploitasi; terjadi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat; terpenuhinya tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta terjadi peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Edi menuturkan, pembakaran hutan untuk membuka lahan baru tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk pengelolaan sawit yang berkelanjutan sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
“Melalui Inpres tersebut diterapkan moratorium sehingga tidak dibenarkan lagi ada pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit,” katanya.
Pemerintah selama ini sudah berupaya meningkatkan produktivitas dengan lahan yang ada yaitu menerapkan program unggulan yaitu melalui penerapan prinsip Good Agricultural Practice (GAP).
“Itu adalah program peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas berbasis konservasi sehingga mencegah pembukaan lahan baru secara ilegal,” katanya.
Selama ini sektor sawit telah berkontribusi dalam mencegah karhutla seperti pembentukan satuan tugas (satgas) untuk mengantisipasi kebakaran hutan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit dan bekerjasama dengan masyarakat.
“Mari sama-sama kita dukung sawit berkelanjutan, dan kita perangi pengelolaan sawit yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan tersebut,” tutupnya. []