Presiden Joko Widodo akhirnya putuskan merevisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Revisi didesak segera dilakukan menyusul aksi teror bom dan penembakan di kawasan Sarinah Thamrin Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 lalu, yang menyebabkan korban tewas dan korban luka-luka.
Keputusan tersebut menurut Presiden dinilai mendesak karena pemerintah berupaya meningkatkan pencegahan terorisme. Karena banyak kalangan menyebut BIN dan Polri kecolongan atas aksi teror bom Thamrin kemarin.
“Setelah mendengar semua masukan, Presiden beri arahan yang dapat dilakukan adalah dengan merevisi undang-undang tersebut,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21 Januari 2016).
Presiden meminta RUU Anti-terorisme tetap menganut asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia. Dan persoalan deradikalisai, kekerasan, pendidikan, dan kesenjangan dasar pertimbangan dalam pembahasan revisi UU tersebut.
Revisi UU Anti-terorisme ini ditargetkan selesai dalam masa sidang DPR saat ini atau masa sidang selanjutnya.
Presiden telah memberi perintah kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan berkoordinasi dengan Menkumham Yasonna Laoly, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman, dalam penyelesaian RUU. R3