Abu’l-‘Aliyaa menceritakan percakapan nabi Nuh dengan Iblis ini. Saat itu, ketika Nabi Nuh naik ke kapal, ia melihat dan memperhatikan Iblis. Makhluk terkutuk ini sedang berdiri di buritan kapal. Nabi Nuh kemudian berkata kepadanya. ” Kesengsaraan atas engkau! Karena engkaulah maka orang-orang tenggelam.
“Dia (Iblis) bekata, ” Apa yang engkau minta aku lakukan?”. Nabi Nuh berkata,” Menyesallah dan minta ampun.” Iblis membalas,” Tanyakan kepada Tuhanmu, apakah jalan penyesalan terbuka untukku.” Nabi Nuh menyuruh Iiblis melakukan penyesalan dalam bentuk bersujud di hadapan makam Adam. Iblis menjawab,” Aku meninggalkannya ketika dia masih hidup. Akankah aku bersujud kepadanya sekarang di mana ia sudah mati?”
Demi kepercayaan atau nama baik catatan hadits Muslim maka sebaiknya kita tidak hanya mengingat Iblis untuk kesombongannya saja. Pilihan Hadits Ats-Tsa’labi menegaskan kembali kualitas positif dari kehidupan Iblis sebelum dikutuk, yang menyebutkan, sebagai ‘Azazil keberadaannya sangat jauh berbeda dengan sekarang.
Diceritakan, Iblis terlihat oleh sekelompok Bani Isra’il. Mereka berkata padanya,” Perlihatkanlah status yang engkau miliki dalam keberadaan Allah Tuhan Yang Maha Tinggi, yaitu sama dengan posisi yang engkau miliki sebelum engkau membangkang kepada Tuhanmu.
Dia menjawab,”Engkau tidak akan kuat melihat itu.”Mereka tetap mengganggunya sehingga dia memperlihatkan posturnya sebelum dia dikutuk. Ketika mereka melihatnya, melihat kerendahan hatinya dan kepatuhannya, mereka merasa mati setiap orang dari mereka.
Namun, ibadahnya yang khidmat sebelum dikutuk itu tidak cukup kuat untuk menyentuh perimbangan agar mendapatkan suatu pengampunan. Keluhannya tidak menggemakan apa-apa, selain kutukan terhadapnya yang kejam.
Orang-orang bercerita, bahwa Iblis berteriak,”Wahai Tuhanku, Engkau telah mengutuk aku. Engkau usir aku dari surga. Engkau telah mengubah aku menjadi setan yang terkutuk, tercela dan terusir. Namun, Engkau telah mengirimkan para utusan di antara anak-anak Adam. Engkau telah memberikan kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Siapa yang akan menjadi utusan-utusan bagiku?” Allah menjawab,”Tukang ramal.”
Iblis bertanya, “Dan apa yang menjadi naskah suci bagiku?”
“Tulislah cakar ayam yang dirajahkan.”
“Dan apa yang menjadi hadits begiku?”
“Haditsmu adalah kebohongan.”
“Dan apa yang seharusnya aku baca?”
“Bacaanmu adalah puisi-puisi.”
“Dan siapa yang menjadi muadzinku?”
“Muadzinmu adalah pemain suling.”
“Dan apakah masjidku itu?”
“Masjidmu adalah pasar.”
“Dan apa yang menjadi rumahku.”
“Rumahmu adalah kamar mandi.”
“Dan apa yang merupakan makananku?”
“Makananmu adalah makanan yang untuknya tidak pernah disebutkan nama-Ku.”
“Dan apakah minumanku?”
“Minumanmu adalah apa saja yang mengandung alkohol.”
“Dan apakah yang menjadi tempat perburuanku?”
“Tempat perburuan engkau adalah kaum perempuan.”
Meskipun demikian, masa seribu tahun Iblis dalam keadaan berserah diri yang khidmat jangan dilihat sebagai perbuatan yang tidak berarti apa-apa. Dengan menyandarkan pada mengingat nama Allah dari ibadah sebelumnya, Iblis meminta sesuatu penangguhan, suatu penangguhan sampai Hari Kebangkitan dan Pengadilan Akhir. Penangguhan tersebut diberikan.
Namun demikian ada kelicikan bahkan dalam keterangan yang penting; karena, tersembunyi dalam permintaan adanya suatu penangguhan yang sudah diberikan sampai Hari Kebangkitan, para ahli tafsir melihat suatu siasat oleh Iblis untuk memastikan kehidupan abadi dan pembebasan dari siksaan neraka.
Setelah kebangkitan tidak akan ada lagi kematian apa pun, karena pergolakan telah terjadi. Jika Iblis mempertahankan dirinya sampai Hari Kebangkitan, dia akan mengalahkan kecerdikan Tuhan. Namun tipu dayanya yang sering menimbulkan rasa belas kasih ternyata mengalami kegagalan. Allah membolehkan dia tetap ada hanya sampai Tiupan Sangkakala Pertama yang akan mewartakan peristiwa kehancuran dunia. Iblis akan hancur bersama yang lainnya. Dan sebagai pengganti kehidupan abadi, ganjarannya adalah api neraka yang abadi, tempat tinggal bagi semua yang kafir. (jss/bersambung)