Pola asuh sangat berpengaruh terhadap orientasi seksual anak. Jika tepat berperan signifikan untuk mencegah LGBT. Tetapi jika tidak, maka bisa menjadi penyebab anak menjadi LGBT. Itu dikatakan Elly Risman, Mpsi.
Menurut psikolog lulusan Universitas Indonesia ini, kebanyakan orangtua cuek atau abai, kurang peduli, bahkan seolah kurang ngeh terhadap anak-anak mereka, sebagai penyebab anak, utamanya laki-laki mengalami lemah berpikir, lemah dalam memilih, dan lemah dalam mengambil keputusan.
Faktor kedua, menurutnya, hilangnya peran ayah. Tidak sedikit orangtua yang keliru saat mengasuh anak laki-laki. Kenapa anak laki-laki? Karena menurut penelitian, otak kiri laki-laki selalu lebih kuat dibanding otak kiri perempuan.
Namun, sambungan antara otak kanan dan otak kiri pada wanita lebih baik. Alhasil, otak lelaki lebih mudah fokus pada satu hal, sedangkan otak perempuan mampu memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
Anak laki-laki menjadi banyak yang salah asuh karena kurangnya kehadiran sosok bapak dalam kehidupan mereka. Padahal, andil ayah dibutuhkan untuk mengembangkan otak kiri anak-anaknya.
Namun, para ayah biasanya sibuk mencari nafkah sehingga hanya punya waktu untuk keluarga beberapa jam saja. Di malam hari dan di akhir pekan.
Elly melihat, saat ini peran ayah semakin tak terlihat dalam pengasuhan anak. Zaman dulu, katanya, para ayah selalu mengusahakan agar punya banyak waktu dengan keluarga.
Elly Risman mencontohkan dirinya sendiri. Ayahnya bekerja tidak jauh dari rumah sehingga selalu bisa menyempatkan waktu bermain bersama anak.
Semakin ke sini, sosok ayah semakin hilang. Dia hanya sebatas pencari nafkah. Untuk itu, baik Mama dan Papa perlu meluangkan waktu agar dapat bermain dan berinteraksi dengan anak-anak.
Tetapi karena ayah tidak hadir, maka yang mendidik si anak laki-laki ini sepenuhnya adalah ibu. Sayang, acap anak ini dijadikan wadah curhat si ibu terhadap suaminya atau ayah dari si anak itu. Ini menyebabkan si anak laki-laki ini akan membanding-bandingkan sosok ayahnya dengan ayah-ayah yang lain.
Anak lalu beranjak semakin besar. Kemana-mana ia ada bersama ibu dan kurang mendapat ajakan dari si ayah. Misalnya saja, si anak laki-laki lebih sering menemani ibunya ke salon ketimbang bersama ayahnya mengutak-atik sepeda.
Kurangnya interaksi dengan ayah membuat anak tidak punya model identifikasi untuk menjadi lelaki seperti yang diharapkan orangtua. Bagaimana ia berperilaku, bersikap, dan merasa sebagai laki-laki. jss