Bandara Adi Sucipto, Jogyakarta mirip pasar krempyeng. Pasar tradisional yang kumuh dan riuh. Bandara tua ini sudah sangat tidak layak lagi. Over kapasitas hingga sesak dan pengap.
Mungkin bandara Adi Sucipto masuk kategori bandar udara yang paling tidak layak. Para penumpang turun dari pesawat harus jalan kaki, di tengah seliweran kendaraan pengisi bahan bakar pesawat dan kendaraan pengusug bagasi.
Begitu sudah memasuki bandara, para penumpang yang menunggu bagasi harus berdesakan. Itu karena ruang bagasi ini sangat sempit, tidak sesuai dengan kapasitas barang dan penumpang.
Akibat banyaknya orang itu, maka tidak sulit barang bawaan penumpang akan tertukar atau hilang. Sebab petugas yang memiksa barang itu juga terlibat dalam kesesakan itu. Ada banyak barang penumpang yang keluar dari bandara ini lepas dari pengawasan petugas.
Keriuhan itu tak berhenti disini. Begitu sudah lolos, keluar dari pintu, maka sopir taksi dan penjemput memenuhi ruangan ini. Mereka berjubelan untuk jual jasa. Dan di lorong-lorong sempit itulah semuanya terjadi.
“Memang ini sudah tidak layak. Tapi untuk pengembangan juga sulit. Lahan juga tidak ada. Alternatifnya ya dipindahkan, tapi entah kemana,” kata Sukisman (43), warga Ngasem. jss