• Latest
  • Trending
  • All
BPDPKS Dorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel

BPDPKS Dorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel

06/10/2021

Usai Ekspor CPO Dibuka, Harga TBS Sawit Merangkak Naik

05/23/2022
Kunjungan Menlu Serbia, Bahas Gandum dan Meningkatnya Ekspor CPO Sawit

Kunjungan Menlu Serbia, Bahas Gandum dan Meningkatnya Ekspor CPO Sawit

05/23/2022
DPR Apresiasi Dibukanya Kembali Keran Ekspor CPO

DPR Apresiasi Dibukanya Kembali Keran Ekspor CPO

05/23/2022
Komisi VII

Saatnya Pemerintah Bangun Sektor Hilir Komoditas

05/23/2022
Pemerintah Resmi Buka Kembali Ekspor CPO Hari Ini

Pemerintah Resmi Buka Kembali Ekspor CPO Hari Ini

05/23/2022
Petani dan Pengusaha Sawit Sambut Baik Keputusan Presiden

Petani dan Pengusaha Sawit Sambut Baik Keputusan Presiden

05/22/2022
ASPEKPIR Akan Kawal Normalisasi Harga TBS Sawit

ASPEKPIR Akan Kawal Normalisasi Harga TBS Sawit

05/22/2022
Menjelang Dibukanya Ekspor CPO Sawit Besok, Harga TBS Mulai Naik Tipis

Menjelang Dibukanya Ekspor CPO Sawit Besok, Harga TBS Mulai Naik Tipis

05/22/2022
Harga TBS Sawit Mulai Merangkak Naik

Harga TBS Sawit Mulai Merangkak Naik

05/22/2022
Pengusaha – Petani Kelapa Sawit Apresiasi Keputusan Pemerintah

Pengusaha – Petani Kelapa Sawit Apresiasi Keputusan Pemerintah

05/21/2022
Disbunak Kalbar Prediksi Industri Sawit Kembali Pulih

Disbunak Kalbar Prediksi Industri Sawit Kembali Pulih

05/21/2022
Mahasiswa Adukan Dugaan Monopoli Harga TBS Sawit

Mahasiswa Adukan Dugaan Monopoli Harga TBS Sawit

05/20/2022
Nasionalisme.co
  • Home
  • Bisnis
  • Politik
  • Wisata
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Peristiwa
No Result
View All Result
Nasionalisme.co
No Result
View All Result
Home Berita Pilihan

BPDPKS Dorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel

by admin
06/10/2021
in Berita Pilihan, Berita utama, Bisnis
BPDPKS Dorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel

Jakarta – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus berupaya mendorong perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Dikatakan Plt Kadiv Lembaga Kemasyarakatan Civil Society BPDPKS, Sulthan Muhammad Yusa, sampai saat ini sektor perkebunan kelapa sawit terus berkembang kendati berada dalam masa pandemi covid19.

Bahkan kata dia, dalam kajian yang dilakukan perguruan tinggi di Indonesia, Universitas Jambi dan Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Universitas Wageningen, perkebunan kelapa sawit bisa menjawab isu Sustainable Development Goals (SDGs). Lantas, dengan dinamika pergerakan harga CPO dan minyak dunia saat direncanakan penyerapan biodiesel pada tahun 2021 mampu sebanyak 9,2 juta KL.

“Diperkirakan kebutuhan dana insentif akan jauh lebih tinggi pada tahun 2021,” kata Yusa, dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta.

Lebih lanjut kata Yusa, guna menjaga keberlanjutan program energi baru dan terbarukan (EBT) melalui Mandatori Biodiesel, Pemerintah juga telah menyesuaikan tarif Pungutan Ekspor melalui PMK 191/2020. Karena itu untuk kebutuhan Program Mandatori Biodiesel yang terus meningkat setiap tahun, perlu dibarengi dengan peningkatan produktivitas kebun sawit agar kebutuhan bahan baku biodiesel sawit dapat terpenuhi di masa mendatang.

BDPKS memproyeksi produksi CPO dan stok tahun 2021-2025 akan mencapai 52,30 Juta MT – 57,61 Juta MT, rata-rata naik sebesar 4% per tahun. Sementara kebutuhan Biodiesel untuk program B30 tahun 2021-2025 diperkirakan sebesar 8,34 Juta MT 9,66 Juta MT (8.85 Juta KL11.65 Juta KL) rata-rata naik sebesar 5% per tahun.

Dengan konsumsi domesti yang stagnan (minyak goreng dan produk oleokimia), Indonesia memerlukan produk hilir yang mampu menyerap stok CPO yang tinggi di tahun-tahun mendatang, yang saat ini dapat ditingkatkan yaitu penggunaan sawit sebagai Energi Baru Terbarukan.

Kedepan, tutur Yusa, pihaknya akan mendorong Palm Oil for Renewable Energy: Next Program, yakni melibatkan petani dalam rantai pasok biodiesel sawit. Selain pengembangan biodiesel dengan teknologi Fatty Acid Methly Ester (FAME) juga sedang dikembangkan biodiesel berbasis hydrogenisasi atau kerap disebut biohidrokarbon, yang bisa menghasilkan green diesel, green gasoline, dan green fuel jet (Avtur).

Baca Juga:  Sawit RI Percaya Diri Hadapi Diskriminasi Uni Eropa

Pengembangan ini akan melibatkan petani dan akan menggunakan teknologi yang bisa diimplementasikan dengan skala tidak besar dan menguntungkan petani kelapa sawit.

“Kita perlu mendorong program yang bermanfaat bagi petani yang memang membutuhkan,” kata Yusa.

Saat ini pengembangan itu masuk dalam pogram Industrial Vegetable Oil (IVO), dimana pilot project yang dilakukan berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Program ini hasil kerjasama dengan Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI), PT Kemurgi Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sementara itu, Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviati mencatat, penerapan program mandatori biodiesel dilatarbelakangi Indonesia memiliki potensi produksi minyak sawit mentah (CPO) yang cukup besar yang mana di tahun 2020 produksinya telah mencapai 52 juta ton.

Lantas, upaya dalam meningkatkan ketahanan energi nasional, selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena dari tutupan lahan sawit seluas 16,38 juta ha sebanyak 40% dimiliiki pekebun sawit (petani sawit).

Besarnya defisit neraca perdagangan akibat tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM), serta upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan tercapainya stabilisasi harga CPO.
Lebih lanjut kata Elis Heviati, dalam grand strategi rencana energy nasional, di tahun 2030, pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan B30 dan memaksimalkan produksi Bahan Bakar nabati (BBN) dari biodiesel atau biohidrokarbon.

Kedepan kata Elis, pemanfaatan biofuel tiak sebatas untuk biodiesel saja, dan tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, didorong yang berbasis kerakyatan, untuk spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Termasuk mendorong emanfaatan by product biodiesel, serta pemanfaatan hasil sawit non-CPO.

Model kesertaan petani dalam program mandatory biodiesel bisa berupa pengembangan Pabrik Minyak Nabati Industrial (IVO) dan Bensin Sawit dengan bahan baku dari TBS Sawit raykat. Dimana Biaya produksi lebih murah 15-20% dari PKS Konvensional, harga tandan buah segar lebih stabil (Tidak bermasalah dengan Free fattyAcid yang tinggi).

Baca Juga:  Kemendag Naikan DMO Sawit Jadi 30 Persen Mulai Besok

Lantas, kandungan metal dan chlorine rendah, Oil Extraction rate meningkat dari 18-22% menjadi 24-36%. “Serta dapat dikelola oleh Koperasi/BUMD dan SNI IVO sudah terbit,” kata Elis Heviati.
Sementara Ricky Amukti dari Traction Energy Asia mengatakan, menempatkan pekebun mandiri kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel sangat dimungkinkan, terlebih Pekebun sawit mandiri menguasai 40% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

“Namun mereka sama sekali tidak mendapat manfaat dari program biodiesel secara langsung selama ini,” kata Ricky.

Lebih lanjut kata dia, dengan memasukkan pekebun sawit mandiri dalam rantai pasok produksi biodiesel akan membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan. Termasuk, mengurangi resiko deforestasi dan menjaga hutan alam yang tersisa dan menggunakan TBS kelapa sawit yang dihasilkan dari lahan pekebun sawit mandiri dapat mengurangi emisi dari keseluruhan daur produksi biodiesel.

Sampai saat ini kondisi rantai pasok TBS dari Petani ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bervariasi. Panjangnya rantai pasok TBS mengurangi keuntungan petani swadaya. “Dengan mandatroi biodiesel ini bisa menjadi momentum dalam upaya perbaikan rantai pasok dari petani,” kata Ricky.

Biasanya keengganan PKS menempatkan pekebun mandiri sebagai pemasok bahan baku (PKS) terkait karakteristik usahanya, dimana rata – rata, skala usaha pekebun mandiir masih terbatas (rata-rata luas lahan di bawah 3 ha dan modal kerja/usaha terbatas), pengelolaan/manajemen usaha tradisional, tingkat produktivitas rendah (volume panen TBS per 1 ha kurang dari 3 ton), mutu TBS rendah (tingkat rendemen di bawah 20%), dan Kinerja usaha kurang efisien (biaya produksi lebih tinggi terhadap pendapatan operasional.

Maka muncul hambatan eksternal yang dihadapi pekebun mandiri, yakni akses pasar terbatas dan Harga jual TBS tidak sebanding biaya pokok produksi. “Satu-satu solusi untuk menjamin kelangsungan usaha pekebun mandiri adalah dengan memberi jaminan pasar,” kata Ricky.

Sebab itu, pengadaan TBS dari Pekebun Mandiri yang dilakukan PKS sebaiknya dengan menempatkan Pekebun Mandiri sebagai pelaku rantai pasok CPO melalui Kerjasama Kemitraan berbasis karakteristik usaha, dimana kemitraan antara pekebun mandiri dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit/pabrik kelapa sawit adalah solusi untuk peningkatan kinerja dan skala usaha pekebun mandiri.

Baca Juga:  4 Cara Sembuhkan Indra Penciuman Akibat Covid

Setidaknya tutur Ricky, terdapat lima tujuan penyelenggaraan program kemitraan berbasisi karakteristik usaha, yakni pertama, memberikan jaminan pasar bagi TBS petani swadaya, kedua, memberikan akses petani swadaya untuk memperoleh bibit dan pupuk berkualitas, ketiga, memberikan bimbingan teknis peningkatan produksi TBS, keempat, memberikan bimbingan teknis peningkatan mutu TBS petani swadaya sesuai standar industry kelapa sawit dan keliman, memberikan bimbingan teknis pola usaha tani/berkebun yang baik dan berkelanjutan.

Diungkpakan Sekretaris Jenderal Serikat Petani kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto, dalam program madatori biodiesel sawit, terdapat 18 industri memperoleh jatah untuk penyedia biodiesel yang ditetapkan oleh ESDM, untuk menjalankan program B30. Namun, sayangnya tidak ada prasyarat kemitraan dengan petani.

Untuk itu kata Darto, guna menunjang jalannya program tersebut, dilakukandengan menerapkan pungutan ekspor CPO didasarkan pada peraturan mentri keuangan (191 tahun 2020). Lantas, pungutan ini kemudian berdampak pada tergerusnya harga Sawit di tingkat pekebun serta mempengaruhi stabilitas bisnis sawit Indonesia khususnya perusahaan kecil dan menengah/BUMN. “Berasarka hitungan kami pungutan ekspor itu bisa menggerus harga TBS Sawit petani sekitar Rp 600/kg,” tutur Darto.

Merujuk riset yang dilakukan oleh SPKS, memperlihatkan perusahaan besar (yang mengontrol hulu dan juga hilir) dalam contoh kasus Wilmar memperoleh bahan baku dari 32 group perusahaan atau sebanyak 32 perusahaan, 4 di antara – nya perusahaan asing (3 Malaysia dan 1 srilangka).

“Ini yang membuat kami petani sangat tersinggung, kenapa program ini justru melibatkan pihak asing, bukannya dengan petani sawit yang memang ada di Indonesia dan menerapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah, kenapa kami tidak dilibatkan langsung,” katanya.

Lebih lanjut tutur Darto, pihaknya melakukan tracking di lapangan, faktanya petani sawit swadaya tidak terhubung sama sekali dengan program mamdatori biodiesel, dalam radisu 5 Km saja disekitar wilayah produsen biodiesel petani swadaya tidak diperhatikan atau tidak diajak bermitra. (*)

Nasionalisme.co

Copyright © 2013-2020

  • About us
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Bisnis
  • Politik
  • Wisata
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Peristiwa

Copyright © 2013-2020