Guru besar fakultas kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Yanto Santosa menegaskan tanaman sawit bukan penyebab deforestasi di Indonesia seperti tudiungan banyak kalangan. Penegasan ini berangkat dari sejarah degradasi lahan di Indonesia di mana konversi lahan menjadi perkebunan sawit bermula dari lahan yang sudah terdegradasi akibat kegiatan penebangan ataupun kebakaran hutan.
“Kegiatan konversi lahan demi kepentingan ekonomi dan keamanan pangan merupakan hal yang lumrah, terutama pada negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia,” kata Yanto dalam seminar Sawit Berkelanjutan di Oslo, Norwegia akhir pekan lalu. Seminar ini dihadiri oleh Duta Besar RI di Norwegia Todung Mulya Lubis dan jajaran pengurus GAPKI.
Menurut Yanto, bermula dari kesuksesan program transmigrasi, konversi hutan mendorong peralihan fungsi hutan tropis menjadi lahan-lahan untuk tanaman pangan seperti padi. “Pada tahun 1980-an, pemerintah mendorong pelaku usaha kelapa sawit dan industri kayu untuk meningkatkan produktiftas lahan hutan terdegradasi,” kata Yanto.
Puncak deforestasi terjadi pada periode 1950-1985 dan 1985-2000 yaitu sebesar 42 juta hektare (ha) dan 16 juta ha. Sementara ekspansi lahan untuk kelapa sawit hanya 1 juta ha dan 3 juta ha dalam periode yang sama.
Fakta menarik lainnya, konversi lahan perkebunan kelapa sawit hingga tahun 2010 yaitu sekitar 8 juta ha, 5,5 juta ha di antaranya berasal dari konversi lahan pertanian dan lahan telantar. Sementara, 2,6 juta ha merupakan hasil dari konversi hutan produksi.
“Bukti sejarah lainnya yang menunjukkan bahwa kelapa sawit bukan penyebab langsung deforestasi di Indonesia yaitu awal pendirian perkebunan di Sumatera Utara pada tahun 1863. Komoditas pertama yang ditanam saat itu adalah tembakau bukan kelapa sawit, yang pada saat itu merupakan komoditas perdagangan utama di pasar Eropa,” ungkap Yanto.
Perkebunan kelapa sawit bukanlah penyebab langsung deforestasi, bahkan konversi lahan kelapa sawit dapat dikategorikan sebagai “penghijauan kembali” atau “rehabilitasi” lahan yang semula telah terdegradasi.