JAKARTA – Sejumlah pihak antara lain praktisi perkebunan, pengamat, dan anggota DPR meminta pemerintah menggunakan dana pungutan CPO supporting fund terutama untuk riset dan pengembangan produk hilir sawit. Hal itu bertujuan agar negeri ini menjadi salah satu pemain hilir sawit terbesar di dunia, setelah sebelunnya menjadi produsen CPO terbesar.
Teguh Wahyudi, Dirut PT Riset Perkebunan Nusantara (Persero), menilai riset dan pengembangan dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari kompetitor seperti Malaysia dalam hal teknologi hilirisasi CPO.
“Kita harus mengakui kita masih tertinggal dari Malaysia soal hilirisasi industri kelapa sawit. Karena itu, dibutuhkan dana untuk mengejar ketertinggalan tersebut,” ujar mantan Direktur Utama Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi & Kakao) Jember ini.
Menurut dia, ketertinggalan itu dapat dilihat dari teknologi yang digunakan, jumlah produk hilir, dan variasinya. “Dengan adanya dana CPO supporting fund, kita bisa mendorong pengembangan hilir lebih cepat,” ujarnya.
PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) adalah BUMN di bidang riset perkebunan yang membawahi sejumlah lembaga penelitian milik pemerintah di Indonesia. Teguh memperkirakan dengan dukungan dana CPO supporting fund untuk riset, Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dari Malaysia dalam lima tahun ke depan. Teknologi bio-energy, bio-olechemicals, bio-food akan berkembang pesat.
“Hal itu dapat tercapai jika porsi riset dari alokasi dana CPO supporting fund cukup besar. Sekarang kan belum ditentukan porsi masing-masingnya,” kata pria kelahiran kota Pasuruan Jawa Timur ini.
Dia menambahkan sesuai aturan yang akan berlaku, dana CPO supporting fund akan digunakan untuk subsidi biodiesel, riset dan pengembangan, penanaman kembali, peningkatan SDM, dan upaya melawan blackcampaign dari LSM asing. “PT Riset Perkebunan Nusantara akan mendukung semua tujuan tersebut,” paparnya.
Senada dengan Teguh, Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Manggabarani menjelaskan CPO supporting fund akan diberlakukan pada 16 Juli 2015, sebagai tambahan pungutan untuk mengembangkan industri hilir dan industri CPO berkesinambungan.
“Dana besar itu sebaiknya difokuskan untuk riset dan penanaman kembali. Penanaman kembali itu pondasi industri hulu, dan riset merupakan pondasi industri hilir,” ujarnya.
Selain itu, dana CPO supporting fund juga akan digunakan untuk subsidi biodiesel dan upaya menangkal black campaign dari LSM asing. “Bagaimana cara agar dana besar ini efektif dan tepat sasaran, harus ada pengawasan yang terbuka baik dari pelaku industri sawit, perwakilan petani, dan independen,” paparnya.(*)