DUNKIRK: Saya setuju jika ada yang menyebut film karya sutradara Christopher Nolan ini overrated. Hampir dua jam menjaga fokus menangkap adegan demi adegan, saya pada kesimpulan tidak ada yang istimewa dari film ini selain sinematografi-nya yang ciamik dan keren abis.
Tapi kalau kita sebagai penonton ingin menangkap apa yang sesungguhnya terjadi di Dunkirk beserta seluruh tragedi dan dramanya, film dokumenter dengan judul yang sama produksi BBC jauh lebih menjawab kebutuhan itu. Praktis Dunkirk karya Christopher Nolan boleh disebut sukses sebagai sebuah karya film kolosal namun gagal dalam memberikan gambaran utuh tentang peristiwa evakuasi tentara sekutu (Inggris dan Prancis) yang terkepung di kota Dunkirk setahun setelah pecahnya Perang Dunia II itu.
Film berlatar sama misalnya Saving Private Ryan, Fury, maupun film non Hollywood “Der Untergang” atau Downfall, lebih menyajikan suguhan sinematografi yang dramatis, penggambaran yang lebih nyata, lebih emosional, serta menyajikan konteks yang lebih mudah dipahami tentang sejarah dan situasi yang terjadi dalam Perang Dunia II.
Tanpa pemahaman konteks, menonton film Dunkirk yang skenarionya juga ditulis sendiri oleh Christopher Nolan, seperti halnya kita menonton Wonder Woman, film laris yang berlatar belakang Perang Dunia I dan telah beredar beberapa bulan lalu. Tak peduli sejarah di balik itu, yang penting akting pemainnya bagus, pemainnya cantik/ ganteng, dan sinematografinya sempurna.
Hal lain yang agak berbeda dengan kebanyakan film Hollywood berlatar sejarah lainnya, tidak ada bumbu asmara (percintaan) dalam film Nolan ini. Dalam hal ini, Nolan lebih berani dibandingkan sutradara yang lebih senior seperti Steven Spielberg misalnya.
Juga yang berbeda dari film-film berlatar belakang Perang Dunia II lainnya, tak ada wajah tentara Jerman sama sekali dalam film ini. Hanya ada siluet dua tentara Jerman (dilihat dari helm perangnya yang khas) di akhir film, saat kedua tentara itu menangkap pilot Inggris saat pesawatnya jatuh di pesisir pantai di Dunkirk.
Padahal, salah satu daya tarik film berlatar Perang Dunia II, bukan kegagahan dan keberhasilan tentara sekutu. Tetapi, banyak penonton lebih menunggu sajian kegagahan dan ketangguhan tentara Jerman. Bagi penonton Indonesia terutama anak-anak muda yang anti kemapanan, mereka lebih senang melihat tentara Amerika atau sekutu yang lari terbirit-birit. Daripada melihat satu orang tentara Amerika sing ada lawan ala Rambo dalam Perang Vietnam.
Masih terkait film Dunkirk-nya Nolan, dalam perang udara, agak sedikit sulit dipercaya, pesawat Angkatan Udara Jerman (Luftwafe) yang merupakan pasukan udara terkuat saat itu, bisa jatuh oleh tembakan dari sebuah kapal layar milik sipil.
Panglima Angkatan Udara Jerman saat Perang Dunia II Marsekal Herman Goering bisa marah melihat adegan tersebut, hehehe…..Wong dia saja ketika Jerman sudah menyerah kepada sekutu (1945) dan Georing menyerahkan diri kepada AU Amerika, bagaimana tentara sekutu masih mengidolakan jenderal musuhnya itu (bisa disaksikan dalam film Nurenberg yang dibintangi Alec Baldwin).
Jadi, dari review saya ini, mohon izin dari skala 10, film Dunkirk yang saat ini masih main di sejumlah bioskop di Jakarta saya kasih nilai 7. Salam. ([email protected])