SUBULUSSALAM – Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Subulussalam mulai naik.
Meski kenaikannya itu di Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Subulussalam hanya Rp 20/Kg.
Tentu kenaikan ini belum belum sebanding dengan anjloknya harga dalam beberapa bulan terakhir ini.
Pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kota Subulussalam, Subangun Berutu, menyampaikan hal ini seperti dikutip Serambinews.com, Kamis (11/6/2020).
“Sekadar info kepada petani, ada perkembangan harga sawit mulai naik, walaupun tidak begitu drastis,” kata Subangun Berutu.
Menurut Subangun, berdasarkan pantauan pihaknya di empat Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang beroperasi di Kota Subulussalam sudah mulai menaikan harga TBS.
Keempat pabrik kelapa sawit tersebut adalah PT Bangun Sempurna Lestari (BSL) Pelayangan, Desa Buluh Dori, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam.
Kemudian PMKS PT Samudera Sawit Nabati (SSN) di Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat.
Kemudian PMKS PT Global Sawit Semesta (GSS) di kawasan Lae Kombih, Desa Gambir, Kecamatan Penanggalan serta PMKS PT Budi Daya Agrotamas (BDA) di Longkib, Kecamatan Longkib.
Semua pabrik ini menaikan harga TBS sebesar Rp 20 per kilogram.
“Semua naik Rp 20 per kilogram,” ujar Subangun
Secara rinci disebutkan, di PMKS PT SSN harga TBS menjadi Rp 1.050 per kilogram, di PMKS PT BSL harga TBS menjadi Rp 1.060 per kilogram.
Kemudian di PMKS PT BDA harga TBS menjadi Rp 1.050 per kilogram serta di PMKS PT GSS harga TBS mencapai Rp 1.110 per kilogram.
Meski terjadi kenaikan, para petani mengaku masih belum menguntungkan mereka.
Sebab, dengan harga sedemikian, petani hanya mendapatkan hasil yang belum sebanding dengan biaya perawatan.
Petani, lanjut Subangun memang mulai bernapas lega dan berharap dengan perlahan harga TBS kelapa sawit tersebut terus meningkat hingga di atas Rp 1.600 per kilogram.
Hal ini karena berdasarkan rumus, harga TBS yang layak dan dianggap berada pada titik aman jika mencapai Rp 1.600 atau lebih per kilogram di level petani atau bahkan lebih.
Karenanya, Subangun meminta pihak pabrik tidak sekadar menurunkan harga sesuka hati tanpa memperhatikan nasib petani di daerah itu.
Sebelumnya, para petani kelapa sawit di Kota Subulussalam mengaku sangat resah akibat anjloknya harga TBS di sana.
Pasalnya, mayoritas masyarakat di kota hasil pemekaran dari Aceh Singkil 2 Januari 2007 itu mengandalkan komoditas kelapa sawit sebagai mata pencaharian mereka.
Karenanya, jika harga TBS tidak stabil laju perekonomian masyarakat yang berada paling selatan Aceh teguncang.
Sehingga harga TBS menjadi salah satu faktor penentu perekonomian masyarakat di Kota Sada Kata itu.
Anjloknya harga TBS dalam beberapa bulan terakhir ini termasuk akibat dampak wabah virus corona atau covid-19.
Karenanya, Subangun berharap dengan pemberlakuan system new normal di Indonesia harga TBS kembali menggembirakan.
Apalagi, lanjut Subangun di Subulussalam merupakan zona hijau dan komoditi kelapa sawit sebenarnya justru dibutuhkan untuk penanganan corona. (*)