Indonesia masih kekurangan 1,3 juta kantong darah per tahun. “Kondisi saat ini, kebutuhan (darah) itu meningkat satu persen seluruh dunia, sementara ketersediaan turun satu persen. Ini akan terjadi diskrepensi. Efeknya adalah ada manusia di dunia yang tidak memiliki akses dan mati sia-sia,” kata Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Is, Sp. F (K), Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, pada seminar Hari Donor Darah Sedunia di Jakarta.
Kekurangan ini, menurut Agus, sangat rawan. Terutama bila menimpa beberapa golongan masyarakat. Antara lain, Ibu hamil dan melahirkan. Karena begitu kebutuhan darah tidak terpenuhi saat itu juga, pasien bisa terancam tewas. Apalagi, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia juga masih sangat tinggi. Yaitu, sekitar 359 per 100.000 kelahiran sesuai data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012.
Data dari Ditjen Gizi serta Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan menunjukkan, penyebab kematian ibu melahirkan 35 persen akibat pendarahan. Kondisi pendarahan itu sangat rawan dan menuntut transfusi darah segar sesegera mungkin. Belum tentu keluarga, kerabat, atau teman bisa segera menjadi pendonor sukarela. Solusi terbaik adalah kecukupan kantong darah yang tersedia. “Ini masih harus ditumbuhkan kesadaran ke sana (menjadi donor sukarela). Kita ingin pendonor sukarela diberi penghargaan,” kata Agus.
Keterangan serupa juga dipaparkan oleh Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan mengatakan stok darah di Indonesia masih mencapai 3,8 juta kantong dari sekitar 4,8 juta kantong darah yang dibutuhkan pertahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan tiap negara harus memiliki pasok darah minimal 2 persen dari jumlah penduduk.
“Pihak kami akan terus melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak seperti Palang Merah Indonesia dan berbagai organisasi lainnya agar target 4,8 juta kantong darah pertahun bisa terpenuhi,” kata Ali Ghufron.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga mengingatkan setiap pemerintah atau pelaksana kegiatan transfusi darah, lebih berhati-hati dan cermat. Terutama dalam menjaga agar darah yang diperlukan untuk donor, bebas virus dan kemungkinan berbagai penyakit darah.
“Pemerintah perlu memastikan tersedianya darah dan produk darah yang cukup dan aman dari berbagai kuman penyakit seperti HIV, Hepatitis, Sifilis dan Malaria. Kita memerlukan lebih banyak sukarelawan yang mau mendonorkan darah serta memastikan keamanan darah selama transfusi,” kata Dr. Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara.