Munculnya kampanye negatif terhadap industri kehutanan dan kelapa sawit tidak ramah lingkungan lantaran adanya persaingan bisnis. Itu agar komoditi-komoditi tidak berkembang pesat. Indonesia bisa menata industri sawit dan kayu sesuai kondisi Indonesia, bukan berdasarkan kondisi luar negeri.
“Jadi kalau kita ingin mengembangkan kelapa sawit seluas 15 juta hektar itu tidak masalah karena sudah mempertimbangkan dampak ke masyarakat. Apabila bermanfaat, maka harus dilakukan ekspansi kebun sawit,†ujar Bedjo Santoso, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan ini.
Bedjo mengatakan, hutan itu boleh dikonversi untuk penggunaan lain seperti kelapa sawit, hutan tanaman industri dan tanaman pangan. Hutan mempunyai tiga fungsi yakni konservasi, lindung dan produksi. Hutan lindung tidak boleh diubah agar tata air terjaga. Fungsi konservasi sebagai penyedia plasma nutfah dan keanekaragaman hayati itu harus dipertahankian.
Fungsi produksi, hutan dimanfaatkan untuk produksi barang dan jasa. “Jadi boleh saja hutan produksi dimanfaatkan untuk hutan tanaman atau sawit untuk pembangunan perekonomian. Berdasarkan aturan negara minimal mempunyai kawasan hutan 30% dan kalau lebih, maka hutan masih boleh dimanfaatkan. Syarat keberadaan hutan itu 30% dari daratan suatu wilayah,†katanya.
Menurutnya, angka 30% ini bisa berupa hutan lindung, konservasi dan produksi. Nah kalau lebih 30% berstatus kawasan hutan produksi dan berkeinginan untuk mencukupi pangan nasional, maka boleh hutan produksi dikurangi luasannya.
Semua kawasan hutan sekarang tidak boleh dibuka atau dimanfaatkan untuk penggunaan lain oleh lembaga swadaya masyarakat itu tidak benar. Karena Tuhan menyediakan sumber daya alam untuk dimanfaatkan. Tidak bisa didiamkan saja. Namun sumber daya alam itu wajib dikelola. Pengelolaan hutan lindung, konservasi dan produksi itu berbeda-beda.
Jadi pengelolaan hutan produksi agar hutan dapat berproduksi. Sebaliknya, hutan produksi tidak berproduksi itu yang salah. “Sehingga tidak tepat yang dikatakan LSM, bahwa hutan produksi tidak boleh diapa-apain,†tegasnya.
Termasuk gambut itu lebih baik dikelola daripada dikonservasi. Menurutnya, gambut harus dikelola dengan baik supaya dampak negatif dari perubahan gambut itu bisa dieliminir. Gambut bisa dimanfaatkan untuk HTI dan sawit. Intinya adalah menjaga water table (level permukan air) agar zat kimia racun (ferit) itu tidak keluar ke permukaan.
Bedjo menegaskan, gambut bukan penyumbang emisi terbesar, kecuali dibakar. Jadi tidak benar gambut dimanfaatkan untuk sawit atau HTI dapat meningkatkan emisi karbon. Berdasarkan penelitain dengan menggunakan manajemen eco hidro itu bisa mengendalikan gambut.