JAKARTA – Antar lembaga pemerintah sepertinya memang tidak ada sinergi. Salah satunya terkait penetapan kawasan hutan di atas lahan HGU yang bisa menjadi persoalan hukun. Perkebunan kelapa sawit bisa menggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Pengadilan Usaha Tata Usaha Negara (PTUN), terkait putusan yang memasukkan konsesi Hak Guna Usaha (HGU) sebagai bagian dari kawasan hutan.
Kasubdit ligitasi Bidang Polhukam Kementerian Hukum dan HAM DR Hotman Sitorus SH mengatakan, ketika ada satu keputusan tata usaha negara yang ditetapkan pada masa lalu, ternyata dasar pertimbangannya pada saat ini sudah tidak lagi konstitusional, pihak-pihak yang dirugikan seperti perkebunan sawit punya dasar untuk menggugat.
Apalagi, kata Hotman, frasa ditunjuk dalam pasal 1 ayat 3 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan telah dibatalkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai keputusan No 45-PUU/IX/2011. Putusan MK itu bisa menjadi dasar bagi perkebunan sawit untuk menggugat. “Tanpa pengaajuan gugatan, pembatalan putusan itu tidak mungkin diubah.”
Menurut Hotman, kemungkinan LHK juga menyadari kekeliruan itu, namun tidak menemukan formatnya pembatalan.Disisi lain, tidak mungkin KLHK membatalkan aturan yang mereka buat sendiri. Pembatalan hanya bisa dilakukan oleh pengajuan dari pihak-pihak yang dirugikan,” kata Hotman.
Menurut Hotman, dengan putusan MK tersebut, normanya dari sekarang hingga ke masa depan, tidak ada lagi penunjukkan kawasan hutan. Jika tetap dipaksakan, maka ketentuan itu telah menjadi perbuatan melawan hukum atau (abuse of power). Karena itu, semua penunjukkan kawasan hutan tidak dianggap sah sebagai kawasan sampai dilakukan penetapan kawasan hutan oleh Pemerintah.
Penunjukan kawasan hutan saat ini, hanya merupakan rangkaian prosedur menuju pengukuhan kawasan hutan. Prosedurnya terdiri atas penunjukkan kawasan hutan, penataan batasa kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
Hotman memastikan, upaya hukum perkebunan sawit idak bisa disebut sebagai bagian dari kegiatan menentang keputusan pemerintah. “Ini merupakan bagian dari demokrasi untuk mendewasakan semua pihak dalam memahami hukum dengan baik,” kata Hotman.(EDO)