Target defisit neraca transaksi berjalan 2,32 persen atau Rp 257,6 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam RAPBN 2015 disikapi Bank Indonesia. “Jadi 2,32 persen itu cukup tinggi, dan itu menunjukkan bahwa fiscal space-nya tidak besar. Kita harus ingat bahwa UU Keuangan Negara, defisit itu tidak boleh lebih dari 3 persen,” ujar Agus DW Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI), di Jakarta.
Gubernur BI menilai target current account defisit (CAD) atau defisit neraca transaksi itu terlalu tinggi. Terutama jika dibandingkan dengan rata-rata defisit transaksi berjalan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) selama satu dekade kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang selalu di bawah 2 persen.
Karena jika patok 2,32 persen itu, ditambah defisit APBD seluruh pemda sebesar 0,5 persen, nilainya menjadi 2,82 persen. Itu nyaris menyentuh batas maksimal undang-undang yang mematok 3 persen terhadap PDB.
“Dan APBD kalau dikonsolidasi, itu kira-kira 0,5 persen. Jadi kalau 0,5 persen ditambah 2,32 persen kan jadi 2,82 persen. Jadi itu yang nanti musti akan mendapatkan pembahasan yang besar saya duga di DPR,” jelas Gubernur BI ini seusai mengikuti pidato nota keuangan presiden di hadapan DPR dan DPD RI.
Jika defisit sebesar itu dipaksakan, maka pemerintahan SBY berarti hanya menyisakan sedikit ruang anggaran buat presiden pengganti. “Itu nanti musti mendapatkan pembahasan yang besar saya duga di DPR,” kata Agus Marto.
Untuk itu, menurut Agus, rekomendasi BI akan tetap sama. Yaitu, harus ada pemangkasan belanja non-produktif. Dalam hal ini berarti alokasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) wajib dipotong atau subsidi listrik dan energi. Mengingat, subsidi BBM saat ini telah mencapai Rp360 triliun.
“Kalau seandainya bisa dipotong belanjanya akan lebih baik. Ditambah dengan peningkatan penerimaan negara, kalau dari belanja yang bisa jadi prioritas (dipangkas) terkait subsidi BBM atau subsidi energi,” kata gubernur BI.
Lebih lanjut, Agus pun mengingatkan, “Kita mengikuti ketika pembahasan pendahuluan APBN 2015, pemerintah dan DPR sepakat bahwa subsidi BBM harus diarahkan kepada individu yang memerlukan atau yang miskin. Tidak subsidi ke harga, jadi saya duga nanti di dalam pembahasan dengan DPR akan dibahas itu.”
Dalam Rancangan APBN 2015, SBY mengumumkan total pendapatan negara dipatok sebesar Rp 1.762,3 triliun. Sementara untuk belanja mencapai Rp 2.019,9 triliun. Presiden menjamin volume belanja APBN yang membesar, bukan berarti defisit tahun depan memburuk. “Defisit RAPBN 2015 sebesar RP 257,6 triliun, atau 2,32 persen terhadap PDB, turun dari defisit APBN-P 2014 sebesar 2,4 persen,” ujar Presiden SBY.