Hujan deras masih saja turun malam itu. Yeyen Diana, perempuan berusia 35 tahun kelahiran Jawa Barat yang kini menetap di Desa Sei Bengkuang, Pangkalan Banteng, Kalimantan Tengah, tak beranjak meninggalkan ruang pertemuan.
Sambil bersila dan memangku anak keduanya yang tertidur lelap, bola matanya tetap bulat menyimak ucapan Nuriati Sandagang, guru kelas anak pertamanya yang bernama Zahra Fadwa Chairunissa. Ia takjub dan berbunga-bunga karena sang buah hati yang tengah mereka perbincangkan itu kini lebih mandiri dan tidak pemalu lagi.
“Di kegiatan-kegiatan kelas, dia kami gabungkan dengan anak-anak yang periang dan percaya diri,” kata Nuriati membuka sedikit resep perihal kemajuan pada diri Zahra.
Zahra kini memang berbeda. Di sekolah, ia lebih aktif. Kemampuannya menangkap materi pelajaran juga jauh lebih bagus dibandingkan awal-awal ia masuk di sekolah itu, maupun saat masih di sekolah lama. Ia baru 5 bulan menjadi murid kelas dua di SD Harapan Sejahtera, seiring keputusan ibunya hijrah ke Kumai, Kalteng, untuk mendampingi suaminya yang bekerja sebagai sopir truk di perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Kendati indikator kemajuan Zahra amat kentara di sekolah, Nuriati menilai bahwa yang paling menentukan justru keterlibatan dan peran serta orang tua di rumah. Yeyen bersama suami mengaku memang lebih perhatian pada tugas-tugas sekolah Zahra. Mereka berusaha berada di samping anaknya kala sang putri mengulang-ulang pelajaran sekolah di rumah maupun saat mengerjakan Pekerjaan Rumah. “Makanya, saya senang mengikuti pertemuan guru dan orang tua ini,” kata Yeyen.
Menurutnya, cara dia memberi perhatian ekstra pada urusan sekolah anaknya dipetik dari hasil pertemuan rutin dengan guru. Setidaknya karena pertemuan itu para orang tua lebih memahami apa yang harus mereka siapkan dan lakukan di luar sekolah agar proses pendidikan terhadap anak benar-benar berhasil. Para guru pun menjadi tahu bagaimana keseharian anak-anak didiknya ketika di rumah masing-masing.
Kuatkan Peran Keluarga
Nuriati dan para guru di SD Harapan Sejahtera dan SMP Indah Makmur yang malam itu berdialog dengan para orang tua menyebut program ini dengan istilah parenting education. Secara berkala, para guru dari sekolah binaan Yayasan Astra Agro Lestari ini menyambangi perkampungan tempat tinggal orang tua murid.
Di tempat-tempat yang tersedia, seperti di aula balai pertemuan desa, posyandu atau bahkan di lapangan terbuka mereka berdialog.
Kegiatan diawali dengan pemaparan dari para guru tentang topik-topik hangat yang dinilai dapat mempengaruhi dunia anak-anak. Beberapa contoh aktual misalnya isu-isu seputar penyalahgunaan gadget, internet, pornografi dan kekerasan seksual, juga tentang narkoba.
Diharapkan, para orang tua peduli dengan ancaman terbaru yang mungkin menyeret anak mereka ke dalam budaya dan perilaku negatif.
Para guru melengkapi sesi pembuka ini dengan memutarkan video-video yang diarahkan untuk memotivasi orang tua dan memberi pemahaman bahwa semua anak sebenarnya luar biasa. Yang perlu dilakukan tiap orang tua adalah ketelitian, kesabaran dan keseriusan menemukan mutiara-mutiara yang mungkin tersembunyi dalam diri setiap anak. Mutiara berharga itu baru bisa diperoleh manakala orang tua mencurahkan perhatian serius terhadap perkembangan pada diri anak-anaknya.
Sesi kelompok tak kalah seru. Usai materi umum, para orang tua murid membentuk lingkaran dengan guru-guru kelas anaknya. Di sesi ini pembicaraan antara orang tua dan guru lebih mengerucut dan teknis. Satu persatu orang tua dipersilakan curhat dan minta saran jika mengalami kesulitan dalam mendampingi anak-anak belajar di rumah. Guru pun sudah memegang data siapa saja orang tua yang wajib diajak bicara jika ada murid yang dinilai mengalami kesulitan saat belajar di kelas.
Sebulan sekali pertemuan guru dan orang tua semacam ini digelar. Biasanya malam hari, saat orang tua agak lengang dari urusan pekerjaan masing-masing.
Pertemuan ini dirancang para guru sekolah bekerja sama dengan pengurus afdeling. Afdeling adalah sebutan untuk wilayah perumahan yang disiapkan perusahaan sebagai tempat tinggal karyawan-karyawannya. Ada afdeling pabrik, rawat, panen, dan sebagainya.
Para guru berkeliling dari satu afdeling ke afdeling lain. Itu sebabnya, para guru menyebut kunjungan ini dengan istilah KUDA, kependekan dari kunjungan di afdeling, forum rutin dan interaktif tempat berkomunikasinya para guru dan orang tua.
“Kami jemput bola. Yang paling penting, kami bisa mengingatkan dan memberi pemahaman kepada para orang tua bahwa tugas sebagai pendidik yang utama justru ada di pundak mereka. Perlu ada kerja sama antara orang tua dan guru,” ujar Fery Setyawan, guru pembimbing sekaligus Humas SMP Indah Makmur, sekolah lanjutan yang letaknya berdekatan dengan SD Harapan Sejahtera dan bersama-sama menggelar kunjungan rutin.
Orang tua, menurutnya, tidak bisa mengandalkan guru seratus persen. Karena dari segi waktu saja, durasi anak-anak bersama keluarganya lebih banyak dibanding guru.
Pengalaman selama ini sebagai pendidik pun membuat guru-guru di sekolah ini semakin yakin bahwa pelibatan dan kuatnya peran orang tua dalam pendidikan anak sangat berpengaruh. Ada perbedaan signifikan antara murid-murid yang mendapat perhatian orang tua dan mereka yang seolah dibiarkan belajar sendiri.
“Dari survey yang dilakukan di sekolah, anak-anak yang dekat dengan orang tuanya terbukti lebih cepat memahami materi pelajaran,” kata Nur Fidiyati, Kepala Sekolah SMP Indah Makmur.
Anggi Octavia, siswa yang cukup berprestasi di kelas 7 SMP Indah Makmur mengakui perubahan pada orang tuanya. Setelah mengikuti kegiatan pertemuan orang tua dan guru, ayah dan ibunya sering menemani dirinya saat belajar dan mengerjakan tugas di rumah.
Bahkan, katanya, orang tuanya juga selalu semangat jika ia minta bantuan untuk merampungkan tugas membuat kerajinan yang bahan-bahannya biasanya harus dicari di luar rumah.
Tidak hanya murid yang berprestasi. Secara institusi, sekolah pun tercatat meraih banyak penghargaan, baik dalam bidang akademik maupun ekstrakurikuler. Di tingkat kabupaten Kotawaringin Barat, provinsi, maupun nasional, SMP Indah Makmur sudah sering berlaga. Tahun 2015 lalu salah satu gurunya juga menjadi finalis Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Karakter itu Utama
Selain menciptakan efek psikologis pada diri anak-anak dan sebagai sarana komunikasi guru dan orang tua, kunjungan di afdeling sebenarnya juga didasari pentingnya keselarasan antara materi yang diajarkan di sekolah dan praktek di rumah. Yang dimaksud adalah materi pembentukan karakter.
Ada tujuh karakter yang berusaha ditanamkan sekolah. Yaitu, Disiplin, Respect, Santun, Amanah, Wawasan Luas, Integritas dan Tanggung Jawab . Untuk menyederhanakan dan memudahkan dalam mengingat, yayasan yang menjadi payung dari program pendidikan perusahaan menyingkatnya menjadi DR. SAWIT (Baca: Doktor Sawit).
“Kami mencoba mencegah, jangan sampai anak didik menjadi bingung karena karakter yang diajarkan di sekolah tidak mereka temukan di rumah,” ujar Joko Subagio, manajer pendidikan di PT Astra Agro Lestari Tbk, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola yayasan tersebut.
Melalui pertemuan rutin itu, menurutnya, orang tua diingatkan dan diarahkan untuk bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan karakter yang ingin ditanamkan para guru.
Sebab, menurutnya, karakter itu justru lebih utama. Anak yang memiliki karakter yang baik, akan menggunakan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh untuk kebaikan pula. Untuk mengetahui dan membentuk karakter peran orang tua sangat dibutuhkan. Bahkan, menurutnya, dari keluargalah karakter itu terbentuk. “Ini yang membuat kunjungan di afdeling semakin penting,” katanya.
Karena pentingnya kunjungan di afdeling, menurutnya, metode yang dirancang untuk memperkuat peran orang tua dalam pendidikan anak ini tidak hanya diterapkan di SD Harapan Sejahtera atau SMP Indah Makmur yang ada di pelosok Kalimantan. Melainkan, sudah menjadi komitmen dan program yayasan untuk diterapkan di seluruh sekolah-sekolah binaan perusahaan, baik yang ada di pelosok Sumatera, Kalimantan maupun Sulawesi. Mochamad Husni