PDI Perjuangan diprediksi memenangi Pemilu Legislatif 2014 berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survey. Dari hasil pemungutan suara yang dilakukan pada Rabu, 9 April 2014, partai moncong putih hanya mampu meraih 19,6 persen hingga maksimal 20 persen. Jumlah ini tentu jauh dari prediksi semula di mana PDI Perjuangan diperkirakan meraup 30 persen suara setelah menetapkan Joko Widodo sebagai calon presiden.
Selain PDI Perjuangan, perolehan Partai Golkar juga tidak sesuai harapan. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survey, Golkar berada di urutan kedua dengan 14,30 persen disusul Gerindra dengan 11,8 persen, Partai Demokrat dengan 9,60 persen, PKB dengan 9,20 persen, PAN dengan 7,50 persen, PKS sebanyak 6,90 persen, Partai Nasdem dengan 6,90 persen, PPP meraih 6,70 persen. “Hasil pemilihan ini cukup mengejutkan,” kata pengamat politik Burhanuddin Muhtadi.
Terkait dengan suara PDI Perjuangan yang jauh di bawah target awal, ada banyak faktor yang menjadi pemicu. Salah satunya kemungkinan fenomena Jokowi Yes PDIP No yang semula dianggap remeh. Selain itu, mesin partai diduga tidak bekerja maksimal karena kader PDI Perjuangan lebih mengandalkan figur Jokowi dalam meraih suara. “Selain itu, sosialisasi KPU tentang pemilu juga tidak maksimal,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani.
Dengan hasil ini, bagaimanapun juga partai-partai harus berkoalisi untuk mengusung calon presiden karena tidak ada yang meraih suara di atas 25 persen sebagai syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan PDI Perjuangan yang menempati urutan teratas dengan kisaran perolehan suara 19 persen, menurutnya, tidak akan berkoalisi dengan tiga partai di bawahnya, yakni Golkar, Gerindra, dan Demokrat.
“PDI-P punya masalah dengan ketiga partai ini. Perlu lobi intens kalau ketiga partai ini mau koalisi dengan PDI-P,” kata Hendri. Dari ketiga partai itu, yang akan melakukan lobi cukup intens ke PDI-P adalah Partai Golkar. Hendri melihat, catatan sejarah menunjukkan, Golkar selalu berusaha untuk masuk dalam lingkaran kekuasaan. “Atau mungkin Golkar akan maju sendiri mengusung capresnya, tapi tetap menyusupkan cawapres untuk berduet dengan tokoh yang kuat, seperti duet 2004 lalu (Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla),” jelas Hendri.
Menurut Hendri, Gerindra tetap akan mencalonkan Prabowo sebagai capresnya. Hendri menilai, Gerindra akan mempunyai daya tawar yang kuat bila berkoalisi dengan partai papan tengah. “Prabowo satu-satunya capres yang bisa menyaingi Jokowi. Sekarang yang jelas sudah merapat ke Gerindra adalah PPP,” kata Hendri.
Terakhir, Partai Demokrat, kata Hendri, diprediksi masih akan menentukan peta koalisi. Menurutnya, partai Islam yang sebelumnya berkoalisi dalam Sekretariat Gabungan, kecuali PPP, akan kembali merapat. Apalagi, Demokrat masih belum menentukan pemenang Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Jika rela menurunkan derajat peserta konvensi menjadi cawapres, menurut Hendri, opsi koalisi akan semakin terbuka.
“Kalau untuk cawapres mereka punya yang cukup potensial seperti Dahlan Iskan atau Anies Baswedan. Kalau misalnya koalisi dengan Gerindra dan mengusung Prabowo-Dahlan misalnya, pasti sangat kuat,” kata Hendri.