Demi menggerakkan sektor minyak dan gas bumi maka pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan pajak penghasilan bidang usaha hulu minyak dan gas bumi.
“Jadi kita perlu merevisi karena berdasarkan kalkulasi, maka nilai keekonomian proyek akan meningkat melalui internal rate of return yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun non-perpajakan terutama pada masa eksplorasi,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Adapun poin yang akan direvisi, Sri menjabarkan, pertama, pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan akan ditanggung pemerintah.
Kedua, fasilitas perpajakan pada masa ekploitasi mencakup PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan ditanggung pemerintah hanya dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek.
Ketiga, pemerintah memberikan pembebasan pajak penghasilan pemotongan atas pembenanan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya “overhead” kantor pusat.
Keempat, adanya kejelasan fasilitas nonfiskal mencakup investment credit, depresiasi dipercepat, dan domestic market obligation (DMO) holiday atau pembebasan kewajiban menyetor ke pasar dalam negeri hingga produksi puncak. “Terakhir, kita akan menambahkan konsep bagi hasil penerimaan menggunakan rezim sliding scale, di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak tinggi,” terang Sri.
Sehingga, menurut Sri, “revisi PP 79/2010 tersebut akan disesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Perpajakan, di mana keduanya harus berjalan harmonis”. FN