Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung, Destika Effenly menyikapi persoalan sulitnya petani sawit dalam menjual hasil panen, pihaknya berencana akan melakukan pengecekan ke lapangan dalam waktu dekat dan mengadakan pertemuan dengan asosiasi petani rakyat.
Dilansir dari Posbelitung.co Destika Effenly mengatakan “Keluhan ini sudah kami terima dari petani sawit langsung. Terutama perkebunan sawit milik perorangan. Kami akan eksen dan sudah menyiasati hal ini sebelumnya, karena sudah kami prediksi permasalahan ini akan timbul,” pungkasnya, Selasa (10/5/2022).
Adanya permasalahan buah sawit susah dijual belakangan ini, merupakan effect dari kebijakan ataupun larangan dari pemerintah pusat tentang penghentian sementara ekspor crude palm oil (CPO).
Sedangkan untuk tangki CPO yang ada di beberapa perusahaan produksi CPO di Belitung kapasitasnya terbatas, apalagi ditambah dengan stok CPO sebelumnya.
“Ini yang menjadi permasalahan kalau kami lihat sementara ini. Tapi kami akan mengecek ke lapangan secara langsung, jangan sampai mohon maaf istilah nya ada akal-akalan tangki CPO penuh,” ujarnya.
Lanjut dia, antara perusahaan produksi CPO dan pemilik perkebunan sawit akan dilakukan pengecekan kembali tentang kerjasama.
“Itu harus secara tertulis, karena kalau sudah MoU antara petani sawit dengan perusahaan, apapun konsekuensinya harus terima. Misalnya ada pengiriman CPO atau tidak, perusahaan harus membeli buah sawit petani,” ujarnya.
Lanjut Destika, pada penetapan harga buah sawit sekarang ini sudah ada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Gubernur Bangka Belitung, sesuai arahan Menteri Perkebunan.
“Sebetulnya kondisi ini bukan hanya di Belitung saja, tetapi terjadi secara nasional,” ucapnya.
Surat Tanda Daftar Budidaya Perkebunan (STDBP) menjadi salah satu yang penting bagi pemilik perkebunan sawit. Perihal ini tidak dipungkiri banyak dilalaikan oleh pemilik perkebunan sawit.
Namun perkebunan sawit yang wajib memiliki STDBP yaitu perkebunan sawit di atas luasan lahan minimal 5 hektar hingga maksimal 25 hektar. Yang mengeluarkan STDBP tersebut Pemerintah Kabupaten Belitung.
“Perkebunan sawit yang perorangan juga wajib memiliki itu, nah ini harus menjadi perhatian pemilik perkebunan sawit,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung Destika Effenly, Selasa (10/5/2022).
Tidak dipungkiri, khusus di Belitung masih ada pemilik perkebunan sawit perorangan tidak memiliki STDBP. Ada yang belum mengurus dan ada yang tidak diberikan STDBP.
Bagi perkebunan sawit yang tidak diberikan STDBP, dikarena perkebunan tersebut berada di area kawasan hutan lindung, ataupun tidak berada di dalam tata ruang yang sudah ditentukan.
“Itu sebetulnya, jadi bukan kami tidak ingin mengeluarkan STDBP, tetapi kendala nya begitu. Namun kami akui, banyak yang sudah ada STDBP dan banyak juga yang sudah meningkatkan status dari STDBP menjadi izin usaha budidaya,” jelasnya.
Secara keseluruhan, dari data terakhir tahun 2017 di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Belitung, perkebunan sawit yang memiliki STDBP ada 1.370,71 hektar atau 68 orang pemilik usaha. Namun dari data tersebut sebagian sudah berubah status menjadi izin usaha budidaya.
Sedangkan perkebunan sawit dikategorikan sawit rakyat, secara keseluruhan memiliki luasan 5.936,2 hektar dan sekitar 27.858,92 hektar perkebunan sawit yang berada dibawah 14 perusahaan.
“Kalau untuk harga terakhir harga maskimal Rp 3.364,- per kilogram untuk usia sawit di atas 10 tahun,” bebernya.