Pengusaha kelapa sawit mengusulkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bisa disalurkan untuk replanting atau penanaman kembali kelapa sawit di perkebunan milik petani. Alasannya, realisasi penggunaan dana crude palm oil (CPO) Fund untuk replanting masih nihil.
Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono memaparkan, upaya peningkatan produktivitas di tingkat petani swadaya menemui beberapa hambatan antara lain bibit tidak berkualitas, jumlah tanaman per hektare (ha) rendah, pemupukan tidak tepat, serta kurang perawatan.
Akibatnya, produktivitas petani swadaya masih rendah yaitu hanya 16 ton tandan buah segar (TBS) per ha-18 ton TBS per ha. Bandingkan dengan produktivitas perusahaan yang sebesar 22 ton TBS per tahun-24 ton TBS per tahun.
Padahal, dari luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 10,9 juta ha, sebanyak 42% atau 4,5 juta ha di antaranya adalah milik petani. Perinciannya, luas perkebunan petani swadaya 3,6 juta ha dan petani plasma 900.000 ha.
Saat ini petani swadaya sebenarnya sudah memanfaatkan kredit perbankan. Namun suku bunganya jelas lebih tinggi daripada suku bunga KUR yang hanya 12%.
Menurut Eddy, kelemahan petani swadaya ada pada kelembagaan. Makanya, sebelum mengajukan KUR, dia mengusulkan pembentukan koperasi petani dengan luas kebun minimal 500 ha per koperasi. “Kalau tidak ada koperasi, saya jamin perbankan tidak akan mau menyalurkan kreditnya,” ujar Eddy dalam diskusi di Jakarta, Rabu (2 Desember 2015)
Menanggapi usulan pengusaha, Kepala Sub Bagian Evaluasi Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Sudarto berjanji akan menindaklanjutinya. Dia bilang, penggunaan KUR untuk replanting butuh dukungan instansi lain karena menyangkut anggaran negara untuk subsidi bunga.