Penataan petani kepala sawit swadaya dinilai perlu dilakukan guna meningkatkan potensi yang mereka miliki. Selama ini, belum ada satu organisasi dan koperasi yang efektif menghimpun semua potensi petani sawit swadaya tersebut.
Tidak hanya perlu ditata, para petani sawit swadaya juga perlu mendapatkan pembinaan yang berkelanjutan guna memaksimalkan potensi yang ada.
Cargill Farmer Development Lead, Joko Wahyu Priadi menyebut bahwa petani swadaya bila tidak dilakukan pembinaan dikemudian hari berpotensi menjadi masalah. Sebab itu, proses pembinaan perlu dimulai dari melihat skim rantai pasok kemudian menetapkan model aliran bisnisnya yakni akses penjualan TBS, alur pembayaran dan quality control.
Ia mencontohkan pembinaan yang dilakukan PT Hindoli dari Cargill yang menata agar model kebun sawit swadaya dipastikan tidak berada di areal kawasan hutan, dengan pengambilan titik koordinat setiap kavling, kelengkapan dokumen suplier, perjanjian kerjasama jual beli TBS dengan pembinaan, grading dan penalty, sementara untuk proses sertifikasi bekerjasama dengan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).
“Kemitraan bukan jual beli putus. Memang tidak mudah membina petani swadaya, perlu proses tetapi asal transparan semua bisa diatasi,” katanya dalam Webinar POPSI dengan tema Pendampingan Perkebunan Sawit Rakyat Indonesia, “Dimana Peran Negara dan Swasta?, yang dihadiri InfoSAWIT, belum lama ini.
Sementara itu, Senior Advisor Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Forstabi), Rukaiyah Rafik mengungkapkan, dalam proses pendampingan petani swadaya pemerintah punya kewenangan dalam pemenuhan standar dan legalitas, kapasitas organisasi petani dan program bantuan.
Sedang bagian perusahaan bisa melakukan peningkatan kapasitas dan pengetahuan budidaya petani, akses pasar dan pemetaan lahan. “Ada dana CSR dan bisa memberi bantuan kredit. Kolaborasi merupakan kunci pendampingan petani swadaya menuju minyak sawit berkelanjutan,” tandas dia. (*)