Para petani kelapa sawit mengancam akan menduduki kantor Greenpeace sebagai balasan atas ulah 23 aktivitas Greenpeace dan 4 personel band Boomerang yang menduduki kilang minyak kelapa sawit milik PT Multi Nabati Sulawesi (MNS) di Bitung, Sulawesi Utara pada 25 September 2018 yang lalu. Selain dari Indonesia, aktivitas Greenpeace ini diduga berasal dari 7 negara.
Selain menduduki kilang minyak sawit, aktivitas Greenpeace dan personel band Boomerang juga melakukan aksi vandalisme. Mereka mencoret-coret bagian kilang minyak dengan kalimat provokatif dan membentangkan baliho provokasi.
“Kami para petani kelapa sawit siap menduduki kantor Greenpeace sebagai balasan atas ulah mereka,” kata Setiyono, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (ASPEKPIR) Indonesia. Dia mengingatkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia 40% merupakan perkebunan rakyat dan perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah mengantongi ISPO.
Menurut Setiyono, Greenpeace selalu menuding industri perkebunan kelapa sawit merusak hutan dan menjadi komoditas yang tidak berkelanjutan. Padahal, faktanya perkebunan sawit di Indonesia sudah memenuhi persyaratan sebagai komoditas berkelanjutan. Mengganggu kebun sawit berarti mengganggu para petani dan pekebun sawit yang harus dilawan.
Setiyono mengingatkan agar Greenpeace tidak main-main dengan ancaman ini. Termasuk juga band Boomerang yang ikut-ikutan menduduki kilang minyak sawit di Bitung. Apalagi mereka sampai memainkan musik dengan peralatan musik di atas kilang minyak. “Kebun sawit menjadi lahan hidup kami. Jika tidak ingin diganggu, jangan ganggu kami,” katanya.