Petani sawit yang tergabung dalam sejumlah organisasi seperti Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (AspekPIR) dan Lembaga Sawitku Masa Depanku (Samade) menuntut penjelasan penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO.
Selama ini alokasi penggunaan dana pungutan CPO dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Kelapa Sawit). Alokasi dana, kata mereka, selama ini lebih banyak dinikmati oleh industri biodiesel. “Padahal ada 12 juta lebih keluarga petani sawit,” kata Sekjen SPKS Mansuetus Darto pada 28 Juni 2019.
Darto mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini sangat memberatkan petani kelapa sawit. “Dari situasi ini, petani swadaya dirugikan karena tidak ada yang selamatkan mereka,” katanya. Karena itu, petani sawit mendesak pungutan dana ekspor CPO sebesar USD 50 per ton sebaiknya dihapuskan karena berdampak pada harga sawit di level petani.
“Pemerintah dan BPDP-KS harus lebih adil dalam alokasi dana, dengan porsi 55 katanya untuk petani. Kami petani swadaya dirugikan karena harus menjual ke tengkulak. Sementara industri biodiesel memperoleh suplai bahan baku dari kebun mereka sendiri,” ujar dia.