Petani sawit dari berbagai kalangan memprotes dan mengecam pernyataan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan agar pabrik pengolahan kelapa sawit tidak membali tandan buah segar sawit yang berasal dari kebun yang berada di kawasan konservasi. Pernyataan ini disampaikan di sela-sela pembukaan 4th International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) di Kuta, Bali pada Rabu (12/2/2014).
“Ini seperti membuka borok sendiri di depan orang asing yang selama ini memusuhi industri sawit nasional,” kata Asmar Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) yang ikut hadir di acara tersebut di Jakarta pada Rabu (19/2/2014). Pernyataan Menhut dinilai menguntungkan kepentingan asing untuk menekan industri sawit nasional. Tekanan asing biasanya dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya lewat lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurut Asmar, sebagian besar kebun sawit merupakan milik petani kecil yang menggantungkan hidupnya di lahan sawit. Jika pabrik pengolahan tanda buah segar sawit tidak bersedia membeli, sama artinya dengan membunuh para petani sawit secara perlahan. Dia mendesak agar pemerintah memberikan solusi dan bukan pernyataan yang justru menguntungkan pihak asing yang mencari keuntungan dengan menekan industri sawit nasional.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Riau Setiyono menyayangkan ucapan Menhut Zulkifli Hasan. “Separuh dari lahan sawit di Riau itu dimiliki petani,” katanya. Mereka seringkali tidak tahu kalau kawasan yang mereka tanami merupakan taman nasional yang dilarang untuk dijadikan kebun.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan bahwa harus dilihat terlebih dahulu apakah kawasan konservasi tersebut ditetapkan setelah ada kebun sawit atau sebaliknya. Jika suatu daerah dulunya bukan kawasan konservasi, namun tiba-tiba saat ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi, maka pemilik kebun baik itu petani maupun perusahaan tidak salah.
“Apalagi akhir-akhir ini kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan itu semrawut. Bahkan ada airport yang tiba-tiba ditetapkan kawasan hutan lindung,” kata Firman. Pemerintah seharusnya bijak dengan memberikan solusi. “Sebagai pejabat negara, harus hati-hati mengeluarkan statemen. Karena persoalan ini bisa memicu LSM asing yang selama ini melakukan black campaign terhadap industri kelapa sawit kita,” katanya.