NASIONALISME – Rumput laut merupakan komoditi yang menjanjikan mengingat garis pantai Indonesia yang demikian luas. Salah satu propinsi yang juga mengembangkan komoditas rumput laut adalah Nusa Tenggara Barat (NTB).
NTB menyimpan potensi besar akan kekayaan rumput laut. Namun demikian, dari sekitar 30.000 hektare (ha) yang telah dimanfaatkan baru sekitar 25 persen.
Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat berkunjung ke lokasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pengolahan Rumput Laut Sasak Maiq, Minggu lalu di Lombok.
Selama ini, mayoritas rumput laut yang diekspor adalah rumput laut kering yang nilai jualnya rendah. “Disini bersyukur ada tempat pengolahan rumput laut. Di luar sana, hanya dikeringkan dan langsung kirim ke Tiongkok dengan harga murah,” ungkap Darmin.
Sejauh ini, industri pengolahan rumput laut terbentur dengan minimnya mesin peralatan. Padahal jika diproses dengan baik, komoditas rumput lalu memiliki nilai tambah tinggi.
Rumput laut selain dapat dimanfaatkan untuk makanan, juga dikenal berguna di bidang farmasi dan kosmetika. Bahkan sisa pengolahan rumput laut yang tidak terpakai banyak digunakan sebagai pangan ternak dan pupuk.
Darmin mengingatkan untuk tidak hanya mengolah rumput lalu sebagai panganan namun juga merambah ke industri lainnya. “Masalah rumput laut, pasarnya di luar negeri tidak terlalu besar kecuali diproses seperti menjadi karagenan yang dimanfaatkan dalam industri farmasi dan kosmetika,” ujarnya.
“Melalui bantuan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), petani bisa mengembangkan pembibitan industri rumput laut secara mandiri. Swasta boleh masuk tapi hanya terbatas pembuatan kareganan karena hasil mereka lebih baik,” tegas Darmin.
Darmin berpesan peningkatan kualitas produk rumput laut akan membuat komoditi lokal dapat bersaing di pasar nasional maupun mancanegara. “Kita berharap produk ini bisa tembus ke luar pasar Lombok, secara nasional dipasarkan dengan jumlah yang lebih besar,” katanya. (*)