Suku Boti berkuncir. Bila dipandang dari jauh, tampak seperti profil punggawa istana di zaman raja-raja. Suku ini seperti tak asli dari Bumi Flobamora. Selain dari bentuk mukanya yang terbias Dravida, juga bisa dikenali dari ikat kepalanya. Boleh tidak percaya. Suku Boti selalu memakai udeng dari kain batik, yang entah didapat dari mana.
Memasuki Pulau Timor, ternyata sulit untuk tidak bicara tentang masa lalu. Tentang awal kedatangan Portugis, Spanyol dan Belanda ke pulau penghasil cendana ini. Termasuk alasan berbagai suku di Nusantara yang kelak memberi warna-warni etnis di Pulau Timor. Suku Bugis, Bajo, Jawa, dan lainnya.
Malah tak sekadar itu. Bila mengorek sedikit tentang apa yang menjadi aksesoris suku di daratan ini, sisa-sisa zaman yang jauh ke belakang pun bisa ditemukan. Zaman Majapahit, kerajaan yang berdiri di Tarik, Mojokerto, Jatim, 12 November 1293 Masehi itu.
Udeng
Ikat kepala kain batik, di Pulau Timor, banyak dipakai suku Dawan. Suku mayoritas di daratan Timor Barat. Malah di sebuah desa kawasan Timor Tengah Selatan (TTS) masih ditemukan sebuah udeng lapuk, yang umurnya diperkirakan sudah ratusan tahun. Saking tuanya umur ikat kepala ini, sampai-sampai disentuh sedikit saja berubah menjadi debu.
Di kawasan Timor Tengah Utara (TTU) pun ditemukan benda dan tempat yang disakralkan, yang mengesankan punya pertalian dengan Kerajaan Majapahit yang melegenda hingga sekarang itu.
Tempat yang saban tahun diberi sesaji berupa 10 lembar tais (sarung) itu, disebut-sebut sebagai makam orang penting dari kerajaan yang didirikan Raden Wijaya itu.
Ia merupakan tokoh pelarian. Menyusur kawasan Jawa Timur, menyeberang ke Bali, sampai di Lombok, dan diperkirakan melalui lautan untuk sampai ke kawasan yang menjadi peristirahatan terakhirnya.
Lelaki itu memberi pelajaran tentang bercocok tanam. Juga bagaimana belajar hidup dan menjalankan pemerintahan. Adakah ia Gajah Mada? Tak masuk akal, bila diruntut dari sejarah. Kendati banyak yang percaya, bahwa itu memang makam Gajah Mada.
Sanggul Boti
Suku Boti memang bersanggul. Suku ini sama dengan suku yang lain di Pulau Timor, sulit untuk diajak bicara tentang latar belakang sejarahnya. Pantangan yang diyakini mendatangkan petaka, memberi pagar mistis yang sulit untuk dikuak kebenarannya.
Namun dari berbagai aksesoris yang ada, memang keterkaitan Majapahit dengan suku ini memberi benang merah. Jika itu benar, adakah kawasan yang menurut Nagarakrtagama menjadi wilayah Majapahit itu juga sudah lama menjadi kawasan yang banyak didatangi prajurit kerajaan besar ini?
Memang masih belum ada ahli yang memberikan jawaban. Tetapi untuk menuju ke sana, setidaknya sudah diawali oleh Brandes. Ia menemukan Kitab Nagarakartagama di Pulau Lombok, dan memprediksi, bahwa kitab itu dikerjakan di Bali hingga akhir.
Dan, kalaulah benar Suku Boti bagian dari laskar Majapahit yang kabur, kapan pula pelarian itu dimulai.
Sebab dalam sejarahnya, kerajaan besar dari Mojokerto itu diwarnai beberapa konflik besar. Sebelum konflik akhir yang menjatuhkan Brawijaya V, dan melahirkan mitos baru, pembalasan Sabdo Palon dan Noyo Genggong?
Keruntuhan Majapahit
Kerajaan Majapahit mencapai masa gemilang saat diperintah Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada. Dua tokoh arif Majapahit ini yang mengangkat pamor kerajaan ini. Saat keduanya meninggal, seperti dikatakan Nagarakrtagama, maka kerajaan ini mulai mengalami penurunan. Indikasinya, tak ada satu pun orang besar yang berani menggantikan posisi Gajah Mada sebagai mahapatih.
Jabatan patih terpaksa tak diisi satu orang, tapi berbentuk dewan yang terdiri tiga orang, Empu Tanding, Empu Dami, dan Empu Nala. Ketika posisi ini terisi, ternyata musibah kembali hadir. Raja Hayam Wuruk meninggal. Dalam proses waktu berikutnya, muncul yang namanya Perang Parereg (Paregreg).
Perang antara suami Kusumawardhani putri Hayam Wuruk, yaitu Wikramawhardana, dengan Wirabhumi (anak Hayam Wuruk dengan selir).
Selain beberapa peristiwa besar itu, masih banyak tragedi yang menimpa kerajaan besar ini. Termasuk masuknya Islam di jantung Majapahit, berdirinya Kerajaan Islam Demak, juga mulai mundurnya beberapa kerajaan jajahan yang memisahkan diri dari naungan Majapahit.
Kini, suku di pedalaman Pulau Timor mengaku sebagai laskar Majapahit. Padahal, berbagai misteri kerajaan ini, sampai sekarang masih banyak yang belum terpecahkan. Akankah kita harus berjalan di atas kegelapan sejarah. Atau memang sejarah negeri ini disuratkan untuk menjadi gelap?
Tampaknya, tak cuma ahli sejarah yang ditantang. Namun juga para pakar anthropologi simbol yang masih langka itu. djoko su’ud sukahar